NUSATODAY.ID – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada semester II tahun 2023 merilis hasil pemeriksaan terkait pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) di delapan kementerian/lembaga. Audit itu menemukan sejumlah persoalan serius, mulai dari aset negara yang dikuasai pihak ketiga secara ilegal hingga pemborosan anggaran miliaran rupiah untuk aplikasi yang tidak termanfaatkan.
Founder Nusa Ina Connection (NIC), Abdullah Kelrey, menilai temuan BPK tersebut adalah sinyal kuat bahwa pengelolaan aset negara masih jauh dari optimal.
“Pengelolaan BMN adalah pilar penting reformasi birokrasi. Ketika ada tanah dan gedung negara bernilai ratusan miliar rupiah dikuasai pihak lain, dan aplikasi miliaran rupiah di Kejaksaan justru mangkrak, itu menunjukkan lemahnya perencanaan, pengawasan, bahkan kepemimpinan di kementerian/lembaga terkait,” tegas Kelrey, Senin (18/08/2025).
BPK mencatat dua permasalahan utama:
- Penguasaan aset ilegal berupa tanah serta gedung dan bangunan di lingkungan Kemenkumham dengan luas minimal 56.145 m² senilai Rp564,41 miliar yang dikuasai pihak lain.
- Pemborosan anggaran di Kejaksaan RI senilai Rp21,07 miliar akibat aplikasi e-Learning dan sistem teknologi informasi lain yang tidak termanfaatkan karena lemahnya analisis kebutuhan.
Kelrey menyatakan, kondisi tersebut tidak bisa dianggap sebagai persoalan administratif biasa, melainkan mencerminkan lemahnya tata kelola lembaga. Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera turun tangan.
“Presiden perlu mengevaluasi Jaksa Agung dan Menteri Hukum dan HAM. Bagaimana mungkin aset negara bisa dibiarkan dikuasai pihak lain, sementara anggaran triliunan dikelola tiap tahun? Evaluasi pimpinan adalah langkah penting agar pesan ketegasan pemerintah sampai ke semua jajaran,” ujarnya.
Lebih lanjut, Abdullah menekankan bahwa pengelolaan BMN bukan hanya urusan kepatuhan aturan, tetapi juga bagian dari upaya mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) membangun lembaga yang efektif, akuntabel, dan transparan.
“Jika masalah ini tidak segera dibenahi, negara rugi, rakyat dirugikan, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah akan menurun. Presiden harus memastikan tata kelola aset negara berjalan dengan baik, transparan, dan bebas dari praktik pemborosan,” pungkasnya.