NUSATODAY.ID – Founder Nusa Ina Connection (NIC), Abdullah Kelrey, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa dugaan penyimpangan proyek jalan yang ditangani Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Fakfak.
Desakan ini muncul setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Tahun 2023 menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan dalam 13 paket proyek jalan dengan total kontrak senilai Rp74,1 miliar, yang menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp6,7 miliar.
Berdasarkan dokumen LHP BPK RI yang dikutip dari PUKANEWS (17/8/2025), beberapa proyek bermasalah di antaranya:
-
Jalan Kinam-Kinam II (kontrak Rp13,9 miliar, potensi kerugian Rp1,09 miliar),
-
Jalan Dalam Kota Fakfak (Rp10,8 miliar, kerugian Rp888 juta),
-
Jalan Kokas – Kotam (Rp9,9 miliar, kerugian Rp796 juta),
-
Jalan Katemba – Satega (Rp8,5 miliar, kerugian Rp687 juta),
-
Jalan Fakfak – Kayu Ni (Rp8,4 miliar, kerugian Rp678 juta).
Audit BPK mengungkap modus berupa pengurangan volume pekerjaan, kualitas buruk, lemahnya pengawasan konsultan, dan pembayaran penuh meski pekerjaan tidak sesuai kontrak.
Namun hingga kini, Kejaksaan Negeri Fakfak, Inspektorat Daerah, maupun DPRD Fakfak belum melakukan tindakan nyata.
Kepada wartawan, Abdullah Kelrey menegaskan:
“Temuan BPK sudah sangat terang benderang. Ada dugaan kerugian negara miliaran rupiah, tapi aparat penegak hukum di daerah terkesan diam. Jangan sampai ada kesan pembiaran. KPK harus segera memanggil Kepala Dinas PUPR Fakfak, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), konsultan pengawas, kontraktor pelaksana, Inspektorat, hingga DPRD Fakfak yang lalai dalam fungsi kontrol.”
Lebih lanjut, Abdullah menegaskan bahwa pihaknya tidak hanya bersuara di media, tetapi juga siap membawa kasus ini langsung ke KPK.
“Kami dari Nusa Ina Connection akan segera memasukkan laporan resmi ke KPK terkait dugaan penyimpangan proyek jalan ini, dan kami akan mengawal proses hukumnya sampai tuntas. Ini menyangkut uang rakyat Fakfak yang harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Abdullah menambahkan, dugaan penyimpangan ini bukan sekadar persoalan administrasi, melainkan masuk kategori tindak pidana korupsi.
“Kita bicara tentang uang rakyat dan hak masyarakat Fakfak atas infrastruktur jalan yang layak. Kalau proyek dikerjakan asal-asalan, yang dirugikan adalah rakyat. KPK harus hadir untuk menghentikan praktik bancakan anggaran,” pungkasnya.
Masyarakat berharap KPK segera mengambil alih kasus ini untuk menindaklanjuti temuan BPK RI dan memastikan pihak-pihak terkait diperiksa secara hukum.
📌 Sumber Data:
-
LHP BPK RI Tahun 2023 (dikutip dari laporan media Pukanews, 17 Agustus 2025)