NUSATODAY.ID – Praktisi Hukum sekaligus putra daerah Seram Bagian Timur (SBT), Fadli Rumakefing, melontarkan kritik tajam terhadap wacana hilirisasi sagu yang kerap digaungkan Bupati SBT, Fachri Husni Alkatiri. Menurutnya, ide tersebut belum punya pijakan kuat karena tidak didukung data akurat dan kesiapan industri di daerah.
“Mari kita realistis. Hilirisasi sagu yang selalu digaungkan Bupati Fachri hanyalah nyanyian kosong tanpa data,” ujar Fadli dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
Fadli menjelaskan, hilirisasi membutuhkan industri manufaktur yang terukur, mulai dari ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, hingga dukungan teknologi. Karena itu, menurutnya, hilirisasi sagu tidak bisa sekadar jadi jargon politik.
“Kalau serius mau hilirisasi, pertanyaannya jelas: berapa luas lahan sagu di SBT? berapa potensi produksinya tiap bulan? dan sejauh mana budidaya dilakukan? Tanpa itu semua, hilirisasi hanya jadi wacana kosong,” tegasnya.
Hingga kini, lanjut Fadli, pemerintah daerah belum memiliki data valid mengenai potensi sagu. Bahkan, ia menilai keberadaan industri manufaktur di SBT sama sekali belum terlihat.
Lebih jauh, mantan Ketum Badko HMI Jabodetabek-Banten itu juga menyindir gelar “Bang Sagu” yang melekat pada Fachri. Menurutnya, sebutan itu tidak lebih dari pencitraan politik.
“Ini hanya panggung retorika. Tanpa data dan kerja nyata, hilirisasi sagu tak lebih dari nyanyian kosong,” sindirnya.
Fadli menambahkan, jika dibandingkan dengan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, SBT masih jauh tertinggal. Meranti diketahui memiliki 59.000 hektare lahan sagu, bahkan sudah membangun sentra industri kecil menengah (IKM) dengan kapasitas produksi hingga 400 ton per bulan.
Karena itu, ia mendesak agar pemimpin daerah berhenti menjual wacana populis dan mulai bekerja menyusun strategi konkret berbasis data.
“Sudah waktunya hentikan retorika. Kita butuh data, strategi, dan kerja nyata, bukan sekadar nyanyian politik,” pungkas Fadli.