Penulis : Abdullah Kelrey, Founder Nusa Ina Connection (NIC).
NUSATODAY.ID – Di tengah derasnya arus modernitas, kehidupan manusia hari ini sering kali diukur dari seberapa cepat keinginan dapat dipenuhi. Kita hidup di era instan, di mana hampir semua hal bisa diperoleh dengan sekali klik, sekali sentuh, atau sekali pesan. Pola pikir ini tanpa sadar menjalar ke ranah relasi sosial. Banyak orang menilai hubungan sebatas pada sejauh mana kebutuhan sesaat dapat dipuaskan. Kehadiran seseorang direduksi menjadi sekadar “pemuas” yang menghadirkan kesenangan singkat, bukan lagi sosok yang memberi makna mendalam.
Padahal, dalam perjalanan hidup, manusia sejatinya membutuhkan lebih dari sekadar kepuasan instan. Kita memerlukan sesuatu yang lebih kokoh, lebih tenang, dan lebih tahan lama: rasa aman. Ketenangan dan keamanan batin inilah yang menjadi fondasi dasar bagi pertumbuhan pribadi maupun kolektif. Tanpa keduanya, hidup akan mudah diguncang oleh kegelisahan, kecemasan, dan rasa kehilangan arah.
Menjadi pemberi ketenangan berarti menghadirkan ruang di mana orang merasa diterima apa adanya, dihargai tanpa syarat, dan didengar tanpa rasa takut. Sedangkan menjadi pemberi rasa aman berarti menciptakan keyakinan bahwa kehadiran kita bukan ancaman, melainkan pelindung yang dapat diandalkan. Dua hal ini tidak bisa dibeli dengan materi ataupun digantikan oleh teknologi. Keduanya hanya lahir dari kesadaran, empati, dan komitmen untuk hadir secara utuh dalam kehidupan orang lain.
Dalam konteks sosial, nilai ini amat penting. Seorang pemimpin, misalnya, tidak cukup hanya “memuaskan” pengikutnya dengan janji-janji manis atau kebijakan populis. Ia perlu menghadirkan rasa aman bahwa rakyatnya tidak akan dikhianati, bahwa setiap kebijakan lahir dari ketulusan, bukan kepentingan sesaat. Begitu juga dalam relasi keluarga dan persahabatan. Orang tua yang baik tidak hanya menyediakan kebutuhan materi anaknya, tetapi juga memastikan anak tumbuh dalam suasana penuh kasih dan bebas dari ketakutan. Seorang sahabat sejati bukan hanya ada saat senang, melainkan juga hadir untuk menenangkan di kala gundah.
Di tengah era kompetisi yang semakin keras, kemampuan memberi ketenangan dan rasa aman adalah sebuah keunggulan yang jarang dimiliki. Dunia sudah terlalu bising dengan informasi, hiruk-pikuk politik, dan kegelisahan ekonomi. Karena itu, hadirnya sosok-sosok yang mampu menenangkan ibarat oase di padang tandus. Mereka menjadi jangkar yang menjaga agar kapal kehidupan tidak terombang-ambing dihempas gelombang.
Kepuasan sesaat bisa memudar secepat datangnya. Namun ketenangan dan rasa aman akan bertahan jauh lebih lama dalam ingatan. Inilah yang membedakan antara kehadiran yang hanya lewat dengan kehadiran yang membekas. Sebab, ketika seseorang meninggalkan rasa tenang dalam diri orang lain, ia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, melainkan juga menjadi bagian dari perjalanan hidup orang-orang di sekitarnya. Dan itu adalah warisan paling berharga dari sebuah kehidupan yang bermakna. (BR).









