Nusatoday.id – Publik tengah digegerkan oleh dugaan rekayasa kasus yang melibatkan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI dan salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Kasus yang tengah disorot adalah pengadaan private jet yang sempat memicu kontroversi. Yang menjadi sorotan, DKPP hanya menjatuhkan sanksi pada enam komisioner dan Sekjen KPU, sementara satu komisioner lain dibiarkan lolos. Situasi ini menimbulkan spekulasi bahwa ada intervensi politik di balik proses hukum tersebut.
Menurut sumber internal yang tidak ingin disebut namanya, menjelaskan motif utamanya terkait ambisi salah satu komisioner, Bety, yang ingin kembali maju sebagai komisioner KPU untuk periode kedua. Dugaan sementara, langkah ini juga untuk menyingkirkan pesaing yang berpotensi maju di periode berikutnya. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas DKPP dan KPU dalam menegakkan hukum secara adil.
Jika dugaan rekayasa ini benar, hal itu bisa menjadi bukti bagaimana jalur hukum dapat dipengaruhi oleh kepentingan politik internal. Publik pun berhak menaruh skeptisisme, karena sanksi yang tidak merata bisa menurunkan kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu. Dari sisi hukum, Anggota DKPP tersebut berpotensi menghadapi sanksi etik atau bahkan pemberhentian jika terbukti menyalahgunakan wewenang, sementara komisioner KPU yang terlibat bisa menghadapi dugaan pidana atau penyalahgunaan wewenang. Sekjen KPU yang sudah disanksi tetap berada di bawah sorotan publik dan kemungkinan penyelidikan internal.
Bahkan, menurut sumber, Salah seorang Anggota DKPP diduga melakukan transaksi politik dengan salah seorang anggota DPR RI terkait putusan salah satu komisioner KPU Kab/Kota di salah satu provinsi. Dugaannya, Anggota DPR RI itu mengamankan salah seorang komisioner KPU Kabupaten agar tidak dijatuhi sanksi berat oleh DKPP. Anggota DPR RI itu pun melakukan transaksi politik dengan salah satu Anggota DKPP yang akhirnya komisioner KPU Kabupaten tersebut hanya dijatuhi sanksi ringan tanpa pemberhentian. Padahal, komisioner KPU Kabupaten tersebut melakukan manipulasi suara untuk mengamankan salah satu caleg DPR RI agar lolos dalam pemilihan dan menjadi anggota DPR RI. Politik transaksional dengan melibatkan perangkat penyelenggara pun terbukti secara nyata dengan banyaknya bukti dan saksi yang ada.
Kasus ini bukan sekadar drama internal, melainkan sinyal bahwa politik dan hukum bisa saling mempengaruhi di lembaga penyelenggara pemilu. Transparansi, pengawasan publik, dan investigasi independen menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga.











