Oleh: Romadhan Borut
Nusatoday.id – Sejarah menuju Republik Indonesia merdeka, tidak terlepas dari peran kota-Kota penting di Maluku, Seperti Banda, Ambon, Ternate dan Tidore, yang banyak melahirkan Tokoh-Tokoh pergerakan politik di Nusantara.
Kota-Kota penting di Maluku, seperti Banda, ambon, dan Ternate, menjadi titik awal perlawanan Masyarakat Pribumi terhadap kolonialisme penjajahan (Ingris, Portugis dan Belanda) Semangat kemerdekaan rakyat Maluku dari imperialisme kolonial di komandankan jauh sebelum Republik ini terbentuk. Sebut saja seperti perlawanan Rakyat Banda 1609-1621 menentang VOC dan beberapa peristiwa perlawanan bersejarah di Maluku .
Dari Maluku lahir Tokoh-Tokoh pergerakan kemerdekaan, Salah satunya adalah Abdul Muthalib sangaji, Tokoh yang berjihad dan berjuang di Tanah Jawa.
Abdul Muthalib Sangaji yang di juluki sang Jagoe Tua. Peran Tokoh Sentral ini menjadi simbol perlawanan orang Maluku di tanah Jawi (Pulau Jawa). Sosok karismatik yang jauh dari ufuk timur ini meninggalkan kampung halaman untuk berjuang di tanah Jawa, semata mata ingin melihat bangsa ini bebas dari imperialisme kolonial Belanda
Jejak pergerakannya di mulai ketika bergabung dengan Serikat IsIam, bersama beberapa kawan juang nya, seperti Agus Salim, dan Cokroaminoto. Organisasi Serikat IsIam selain sebagai organisasi dagang, Serikat IsIam adalah wadah perjuangan para Tokoh-Tokoh bangsa ini mengkonsolidasi perlawanan demi perlawanan menuju Republik Indonesia merdeka. Lahir gagasan dan pikiran dari mereka agar bangsa ini harus bebas dari cengkeraman kolonialisme Hindia Belanda.
Abdul Muthalib sangaji adalah simbol perlawanan orang Maluku di tanah Jawi. Historynya dalam beberapa literatur mempertegas bahwa sosok abdul Muthalib sangaji adalah tokoh pahlawan yang layak negara harus memberi pengakuan terhadap beliau.
Negara jangan pelit menyematkan gelar pahlawan kepada orang-orang yang berjasa untuk bangsa ini, Republik ini tidak di bentuk hanya oleh segelintir kelompok tertentu seperti Jawa. Republik ini terbentuk atas kesepakatan dan musyawarah bersama.
Maluku seperti termarjinalkan oleh elite-elite Jawa, Bukan saja soal penyematan pahlawan Nasional, Maluku masuk dalam provinsi termiskin di Indonesia ini juga karena ketidak adilan elite pusat. Maluku di lupakan, Maluku di miskinkan oleh Jawa.
Di tamba peran pemerintah Daerah dan wakil rakyat yang lamban, konon menjadi penyambung aspirasi rakyat Maluku di jakarta. Namun halal-hal yang fundamental yang berkaitan dengan identitas kebudayaan orang Maluku tidak sama sekali di bicarakan pada level-level nasional. Elite Maluku memang banyak suka cari aman. Tidak satupun elite Maluku yang di andalkan suaranya sampai ke istana



