NUSATODAY.ID – Sistem rantai dingin (cold chain) menjadi elemen penting dalam menjaga kualitas produk perikanan Indonesia. Tanpa penanganan suhu yang tepat sejak pasca-tangkap hingga distribusi akhir, banyak hasil laut mengalami penurunan mutu yang signifikan dan sulit bersaing di pasar modern.
Rantai dingin dalam sektor perikanan mencakup serangkaian fasilitas dan proses, mulai dari penggunaan es di kapal nelayan, penyimpanan dingin di pelabuhan, kendaraan berpendingin, hingga lemari pendingin di ritel. Semua tahapan tersebut bertujuan menjaga suhu optimal agar ikan tetap segar, higienis, dan layak konsumsi.
Hingga saat ini, belum semua wilayah produksi perikanan di Indonesia memiliki sistem cold chain yang terintegrasi. Wilayah-wilayah pesisir, terutama di kawasan timur Indonesia, masih menghadapi keterbatasan infrastruktur seperti cold storage, listrik stabil, dan armada logistik berpendingin.
Akibatnya, banyak produk perikanan mengalami kerusakan dini sebelum mencapai pasar, yang berdampak pada penurunan harga jual dan pemborosan hasil tangkapan. Produk yang tidak memenuhi standar juga sulit menembus pasar ekspor, terutama ke negara-negara dengan regulasi ketat seperti Jepang dan Uni Eropa.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah dan pelaku industri mulai mendorong penguatan sistem logistik dingin ini. Pembangunan unit penyimpanan berbasis energi terbarukan, pengembangan kontainer portabel, dan digitalisasi sistem pelacakan suhu menjadi beberapa langkah inovatif yang mulai diadopsi.
Sistem cold chain yang kuat tidak hanya menjaga mutu produk, tetapi juga menjadi salah satu faktor kunci untuk meningkatkan daya saing industri perikanan nasional. Dengan rantai pasok yang efisien dan terstandar, Indonesia berpotensi memperluas pasar ekspor sekaligus menekan kerugian ekonomi akibat pembusukan pasca-tangkap.
