“Ada dua mantan menteri kehutanan — Zulkifli Hasan dan Siti Nurbaya Bakar yang diduga melepas sekitar 6 juta hektare hutan, entah atas nama kebijakan atau izin, dan kini publik menuntut pertanggungjawaban.”
Nusatoday.id – Polemik kebijakan kehutanan kembali mencuat, menyorot dua mantan menteri Zulkifli Hasan dan Siti Nurbaya Bakar yang dinilai berperan dalam pelepasan kawasan hutan hingga jutaan hektare.
Isu ini kembali memanas setelah aktivis lingkungan Said Didu menyebut keduanya “melepaskan sekitar 6 juta hektare hutan” melalui kebijakan dan izin di masa jabatan mereka. Pernyataan tersebut langsung mendapat respon beragam dari publik, organisasi lingkungan, dan akademisi.
Tak hanya itu, kritik juga datang dari Abdullah Kelrey, Founder Nusa Ina Connection (NIC).
Menurutnya, masalah pelepasan hutan tidak boleh berhenti pada perdebatan angka semata. Ia menegaskan bahwa pemerintah wajib membuka seluruh data pelepasan kawasan hutan dan menjelaskan dasar hukum setiap kebijakan tersebut.
“Kerusakan ekosistem hutan tidak terjadi dalam semalam. Jika ada kebijakan pelepasan hingga jutaan hektare, maka setiap pejabat yang menandatangani harus mempertanggungjawabkan. Evaluasi menyeluruh wajib dilakukan, termasuk terhadap kebijakan era Zulkifli Hasan dan Siti Nurbaya,” ujar Abdullah Kelrey.
Menurut para pemerhati lingkungan, pelepasan kawasan hutan dalam skala raksasa bukan hanya memicu deforestasi, tetapi juga memperbesar risiko banjir, longsor, hingga hilangnya habitat satwa liar.
Kelrey menilai bahwa pemerintah tidak boleh menutup mata.
“Kebijakan kehutanan yang berdampak besar pada lingkungan harus transparan. Jika ada penyimpangan, maka proses hukum harus berjalan. Tidak boleh ada yang kebal,” tegasnya.
Ia juga mendorong agar praktik perizinan kehutanan diperiksa ulang oleh lembaga independen.
Kelrey menambahkan bahwa audit nasional mutlak diperlukan, baik terhadap proses perizinan hutan maupun pemanfaatan lahan yang sudah dilepas.
“Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan laporan internal kementerian. Audit independen adalah kunci memastikan siapa yang benar menjalankan amanah dan siapa yang menyalahgunakan kewenangan,” katanya.
Abdullah Kelrey kembali menekankan bahwa pembenahan tata kelola kehutanan harus melibatkan masyarakat sipil.
“Selama data pelepasan hutan tidak dibuka ke publik, polemik ini tidak akan selesai. Negara harus hadir, bukan sekadar memberi izin, tetapi memastikan keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang,” ucapnya.
Ia juga meminta Presiden dan DPR untuk memperkuat mekanisme pengawasan atas kebijakan kehutanan serta memastikan bahwa pelepasan hutan tidak menjadi alat kepentingan kelompok tertentu.
Polemik pelepasan 6 juta hektare hutan yang menyeret nama dua mantan menteri kini berkembang menjadi tuntutan besar: audit kebijakan, transparansi data, dan pertanggungjawaban pejabat.
Pandangan Abdullah Kelrey mempertegas bahwa isu ini bukan hanya soal angka, tetapi soal masa depan lingkungan Indonesia.





