NUSATODAY.ID – Aktivitas tambang ilegal PT Bara Jaya Utama (BJU) di kawasan Hutan Kota Tangap dan Hutan Pramuka, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan. Abdullah Kelrey, Ketua Komite Nasional Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK RI) sekaligus Founder Nusa Ina Connection, menilai aparat hukum terlalu lambat menindak kasus ini.
Menurut Kelrey, kerusakan yang terjadi bukan hanya menghilangkan fungsi ekologis hutan konservasi, tetapi juga menimbulkan bencana bagi masyarakat sekitar.
“Dampak tambang ilegal ini langsung dirasakan warga. Setiap musim hujan, banjir merendam Teluk Bayur karena lubang bekas tambang dibiarkan begitu saja. Polisi jangan diam, hukum harus ditegakkan,” tegas Abdullah Kelrey, Minggu (17/8).
Hutan Kota Tangap yang awalnya seluas 685 hektar kini hanya tersisa sekitar 5 hektar. Hilangnya kawasan hijau tersebut menimbulkan dugaan adanya pembiaran hingga indikasi korupsi.
Kelrey meminta Polda Kaltim dan Polres Berau segera turun tangan.
“Kalau penegakan hukum tidak jalan, publik bisa menilai ada kongkalikong. GPK RI akan terus mengawal kasus ini sampai terang benderang,” ujarnya.
Sejumlah laporan sempat menyeret nama anggota DPRD Berau, Agus Uriansyah, dalam dugaan tambang ilegal ini. Namun, sejauh ini belum ada bukti yang menjeratnya sebagai pelaku utama.
Kelrey menilai isu tersebut tetap harus ditindaklanjuti secara serius.
“Kalau benar ada pejabat terlibat, jangan ada kompromi. Semua harus terbuka ke publik agar masyarakat tahu siapa sebenarnya aktor di balik kerusakan hutan ini,” tegasnya.
Selain menuntut langkah hukum, Kelrey juga mendesak agar pemerintah daerah segera melakukan pemulihan lingkungan di wilayah hutan kota yang rusak.
“Lubang tambang jangan dibiarkan jadi kubangan maut. Harus ada reklamasi dan rehabilitasi. Hutan kota bukan hanya milik pemerintah, tapi milik rakyat yang harus diwariskan ke generasi berikutnya,” pungkasnya.