NUSATODAY.ID – Rangkaian aksi unjuk rasa yang berlangsung sejak 25 hingga 29 Agustus 2025 meninggalkan catatan kelam bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Bukan hanya kericuhan, peristiwa ini juga menelan korban jiwa dari berbagai lapisan masyarakat—mulai dari pelajar, mahasiswa, aparat keamanan, hingga seorang pengemudi ojek online yang gugur saat ingin menyuarakan aspirasinya.
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa demonstrasi bukan sekadar statistik angka, melainkan menyangkut nyawa manusia yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Tak hanya korban jiwa, kerusakan fasilitas publik juga terjadi. Beberapa halte TransJakarta dibakar, serta fasilitas umum lainnya ikut dirusak. Kondisi ini justru merugikan masyarakat luas yang sehari-hari mengandalkan layanan publik tersebut.
Direktur Gerakan Peduli Demokrasi, Eki Perbowo, menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh tinggal diam. Presiden, DPR, dan seluruh elemen negara diminta segera hadir dengan langkah nyata yang berpihak pada rakyat. Penegakan hukum harus dilakukan transparan dan adil, tanpa pandang bulu, agar kepercayaan publik terhadap demokrasi tetap terjaga.
Ia juga menyerukan semua pihak untuk menahan diri dari aksi anarkis dan menjadikan momentum ini sebagai titik balik menuju demokrasi yang sehat, terbuka, dan benar-benar mendengar suara rakyat.
“Yang kita butuhkan sekarang adalah solusi, bukan kekerasan. Demokrasi hanya bisa hidup jika dijalankan dengan aman, adil, dan untuk kepentingan seluruh masyarakat,” tegasnya.