Nusatoday.id – Gaji lawyer kerap menjadi perbincangan publik karena dianggap sebagai profesi dengan penghasilan tinggi. Namun, realitas di lapangan menunjukkan variasi yang sangat besar, tergantung pengalaman, spesialisasi, dan wilayah praktik. Tidak semua lawyer menikmati penghasilan besar seperti yang sering digambarkan.
Data internal Kemenkumham RI dan organisasi advokat menunjukkan bahwa mayoritas advokat muda di Indonesia memulai karier dengan pendapatan yang relatif terbatas. Pada fase awal, banyak lawyer bekerja sebagai associate di firma hukum dengan sistem honorarium atau gaji tetap yang disesuaikan dengan beban kerja.
Sementara itu, lawyer senior atau yang memiliki spesialisasi tertentu, seperti hukum korporasi, kepailitan, dan arbitrase, cenderung memperoleh penghasilan lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kompleksitas perkara bisnis yang juga tercermin dalam data perkara perdata ekonomi yang dirilis Mahkamah Agung RI.
Perbedaan penghasilan juga dipengaruhi oleh jenis layanan hukum. Lawyer litigasi umumnya bergantung pada perkara yang ditangani, sedangkan lawyer non-litigasi memperoleh pendapatan dari jasa konsultasi, kontrak, dan pendampingan bisnis.
Undang-Undang Advokat tidak mengatur besaran tarif jasa hukum, namun menekankan prinsip kewajaran dan kesepakatan antara lawyer dan klien. Prinsip ini bertujuan mencegah praktik tidak etis dan menjaga kepercayaan publik.
Dengan demikian, gaji lawyer tidak dapat digeneralisasi. Profesi ini lebih menuntut dedikasi jangka panjang, integritas, dan keahlian sebelum menghasilkan stabilitas finansial.











