Nusatoday.id – Perkara tata usaha negara (TUN) menunjukkan tren yang meningkat secara persisten di Mahkamah Agung RI selama lima tahun terakhir. Seiring kompleksitas hubungan antara warga negara, lembaga publik, dan keputusan administrasi, kasus TUN menjadi wilayah yang semakin membutuhkan keahlian khusus lawyer.
Bagi advokat yang berkecimpung di ranah administrasi negara, tren ini membuka peluang besar untuk spesialisasi hukum yang lebih mendalam. Banyak sengketa administratif yang bermuara hingga judicial review di MA, di mana kualitas pendampingan hukum sangat menentukan arah putusan.
Data MA menunjukkan kenaikan jumlah perkara yang terdaftar secara umum, berhimpun dengan kasus administratif yang kian komplek dalam konteks perizinan, keputusan pemerintah, serta kebijakan publik. Kondisi ini menuntut lawyer untuk menguasai aspek hukum publik dan tata usaha negara agar dapat memberikan argumentasi yang tajam di tingkat kasasi.
Demand akan lawyer administrasi negara juga berdampak pada layanan non‑litigasi, yakni penyusunan opini hukum, review kebijakan internal badan usaha, dan konsultasi regulasi. Kemenkumham mencatat adanya pertumbuhan permintaan jasa hukum preventif yang berkaitan dengan kepatuhan regulasi publik.
Statistik produktivitas MA, dengan angka putus perkara di atas 99%, memberikan keyakinan kepada klien bahwa persoalan TUN dapat diselesaikan secara cepat dengan strategi hukum yang tepat. Lawyer administrasi negara dapat menjadi mitigator sengketa melalui penguasaan yurisprudensi MA.
Dengan meningkatnya kompleksitas hukum administrasi, kebutuhan lawyer spesialis TUN diprediksi akan terus tumbuh menjelang 2030, seiring perluasan peran hukum administrasi dalam dinamika pemerintahan dan tata kelola publik.










