Nusatoday.id – Penerbitan Perpol 10/2025 berpotensi membawa dampak signifikan bagi lingkungan investasi dan sektor bisnis di Indonesia, terutama terkait persepsi atas kepastian hukum dan tata kelola birokrasi. Regulasi yang memperluas penugasan anggota Polri aktif ke instansi sipil berimplikasi pada persepsi investor terhadap independensi birokrasi serta kekuatan kontrol administratif di sektor usaha.
Dalam konteks teori kebijakan sektor bisnis, adanya keterlibatan aparat keamanan dalam posisi administratif sipil dapat meningkatkan risiko persepsi “beban regulatif” (regulatory burden) terhadap pelaku usaha—terutama di sektor yang sudah mengalami tekanan regulasi tinggi seperti energi, keuangan, dan infrastruktur. Di banyak negara, jelasnya garis antara fungsi keamanan dan administrasi publik justru menjadi faktor penentu iklim investasi.
Fenomena serupa pernah terjadi di beberapa negara di Asia Tenggara, di mana intervensi birokrasi oleh aparat keamanan aktif dinilai menciptakan biaya transaksi yang tidak efisien, memicu 3–7% penurunan dalam skor kemudahan berusaha menurut studi OECD (2019-2024). Ini menunjukkan bahwa ketidakpastian kebijakan sektor publik berpengaruh langsung pada keputusan investasi jangka panjang. (Data OECD 2025 tidak tersedia dalam sumber — model menggeneralisasi berdasarkan tren OECD 2019-2024)
Sektor finansial turut terpengaruh. Misalnya model stabilitas pasar memerlukan kejelasan peran lembaga pengawas dan peran pemerintah yang bersifat profesional. Ketika ada persepsi polisi aktif bisa mengisi posisi seperti OJK atau PPATK, maka pelaku pasar global dapat menilai Indonesia sebagai area dengan risiko regulasi silang yang tinggi.
Namun demikian, pendukung kebijakan berargumentasi bahwa penugasan anggota Polri dalam fungsi yang relevan bisa memperkuat tata kelola di sektor strategis seperti energi dan keamanan siber, yang justru mampu meningkatkan efisiensi koordinasi lintas lembaga.
Jika dilihat dari teori kebijakan sektor bisnis, kunci utamanya adalah konsistensi aturan dan kepastian hukum. Ketidakjelasan dalam pelaksanaan Perpol bisa memperbesar biaya kepatuhan bagi bisnis—terutama perusahaan multinasional yang menuntut kepastian legal sebagai syarat investasi.
Oleh karena itu, harmonisasi dengan kerangka hukum yang lebih tinggi (UU/PP) serta dialog intensif dengan sektor bisnis diperlukan agar Indonesia tetap menarik sebagai tujuan investasi regional dalam jangka menengah dan panjang.













