Nusatoday.id – Abdullah Kelrey, Founder Nusa Ina Connection (NIC), menilai bahwa pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto harus dilihat dengan jernih dan berpijak pada fakta sejarah, bukan sekadar nostalgia politik.
“Kita harus memisahkan antara sosok pemimpin dan sosok pahlawan. Soeharto memang berperan besar dalam pembangunan nasional, tapi pahlawan sejati adalah mereka yang berjuang untuk kemerdekaan, bukan mereka yang lahir dari sistem kekuasaan pasca-merdeka,” ujar Abdullah Kelrey.
Menurutnya, kriteria pahlawan nasional sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2009 jelas menekankan aspek pengorbanan dan perjuangan melawan penjajahan, bukan sekadar kontribusi dalam pembangunan ekonomi.
Kelrey juga menambahkan, bahwa semangat kepahlawanan sejati tidak bisa dipisahkan dari nilai kejujuran, keberanian moral, dan perjuangan tanpa pamrih.
“Kalau kita bicara keadilan sejarah, maka bangsa ini harus jujur menilai bahwa era Orde Baru juga meninggalkan luka bagi banyak rakyat. Korban pelanggaran HAM, represi politik, dan ketimpangan sosial adalah bagian dari sejarah yang tak bisa dihapus dengan gelar kehormatan,” tegasnya.
Abdullah menilai, pemberian gelar pahlawan kepada tokoh yang kontroversial justru berpotensi mengaburkan makna kepahlawanan itu sendiri.
“Pahlawan itu bukan soal siapa yang berkuasa paling lama, tapi siapa yang paling banyak berkorban untuk kemerdekaan dan rakyat. Kalau ukurannya kekuasaan dan pembangunan, maka banyak teknokrat atau pemimpin daerah juga bisa disebut pahlawan. Tapi negara harus menjaga makna gelar itu agar tetap sakral,” pungkas Kelrey









