NASIONAL

Ketum PB HMI-MPO: Putusan MK Soal Polisi di Jabatan Sipil Adalah Manuver Politik Melemahkan Polri

×

Ketum PB HMI-MPO: Putusan MK Soal Polisi di Jabatan Sipil Adalah Manuver Politik Melemahkan Polri

Sebarkan artikel ini
Ist

Nusatoday.id – Ketua Umum PB HMI-MPO, Laode Muhamad Imran menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang total anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Ia menilai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut bukanlah langkah reformasi, melainkan manuver politik yang berpotensi melemahkan Polri secara sistematis.

‎Ia menyebut MK gagal membaca fakta bahwa tidak semua jabatan sipil bersifat administratif. Banyak posisi yang membutuhkan kemampuan investigatif, intelijen, dan penegakan hukum yang hanya dimiliki oleh aparat kepolisian aktif.

‎“Mereka (MK) yang membuat putusan ini seolah lupa bahwa negara ini berhadapan dengan kejahatan terorganisir, korupsi sistemik, dan ancaman lintas batas. Lalu Anda mau menyerahkan seluruh jabatan sensitif ke ASN yang bahkan tidak punya pelatihan dasar penindakan?” ujarnya.

‎Ketua Umum PB HMI-MPO mengatakan bahwa pembatasan absolut seperti ini dapat menciptakan kekosongan kompetensi di bidang-bidang strategis, membuat kementerian/lembaga kehilangan figur kunci, serta memperlambat koordinasi nasional.

‎Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa kekhawatiran MK soal netralitas Polri tidak sebanding dengan kerugian strategis yang muncul akibat larangan total.

‎“Netralitas itu urusan pengawasan, bukan urusan status keaktifan. Kalau ada penyimpangan, tindak. Kalau ada supervisi lemah, perbaiki. Bukan serta-merta memotong seluruh jalur kontribusi institusi penting hanya karena takut salah urus,” katanya.

‎Ia memperingatkan bahwa putusan MK justru bisa menjadi bumerang, apalagi dalam situasi negara yang membutuhkan respons cepat, kapasitas profesional, dan kemampuan lapangan yang mumpuni.

‎“Negara bisa kehilangan taringnya kalau semua dipaksa tunduk pada aturan yang kaku dan mematikan fleksibilitas. Anda tidak bisa membangun pemerintahan yang efektif dengan pendekatan yang overlegalized seperti ini,” lanjutnya.

‎Ketua Umum PB HMI-MPO menegaskan bahwa dirinya tidak menolak prinsip reformasi, namun menolak pendekatan yang membatasi negara atas nama kesempurnaan prosedural. Ia mendesak pemerintah dan DPR untuk segera menyiapkan langkah korektif.

‎“Putusan MK bukan kitab suci. Jika ia melemahkan negara, maka tugas eksekutif dan legislatif adalah mengoreksi, menyeimbangkan, dan memastikan negara tetap punya ruang gerak. Jangan sampai Indonesia menjadi korban dari aturan yang terlalu idealistik dan tidak operasional,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *