Nusatoday.id – Founder Halmahera Transparency & Justice (Haltrust Center), Sudiono, angkat suara terkait capaian pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Timur yang disebut tertinggi di Indonesia. Ia menilai lonjakan pertumbuhan ekonomi tersebut perlu dibaca secara lebih kritis dengan mengaitkannya pada indikator kesejahteraan riil masyarakat, bukan semata angka statistik.
Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, sebelumnya diumumkan menempati peringkat pertama sebagai daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025, pertumbuhan ekonomi Halmahera Timur mencapai 70,67 persen dan disampaikan dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program dan Kegiatan Kementerian/LPNK dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025 di IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Senin, 27 Oktober 2025.
Sementara itu, Kabupaten Halmahera Tengah berada di posisi kedua dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 60,77 persen, disusul Kabupaten Halmahera Selatan di peringkat ketiga dengan capaian 35,10 persen. Ketiga wilayah tersebut dikenal sebagai daerah dengan aktivitas investasi dan industri ekstraktif berskala besar.
Sekretaris Daerah (Sekda) Halmahera Timur, Ricky Chairul Richfat, menyatakan bahwa capaian tersebut merupakan hasil sinergi antara pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat. Menurutnya, penguatan sektor pertambangan, pertanian, dan perikanan, serta pembangunan infrastruktur dan iklim investasi yang kondusif, menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Namun, Sudiono menegaskan bahwa hasil riset lintas lembaga belum sepenuhnya menunjukkan korelasi langsung antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ia merujuk pada data BPJS Kesehatan Nasional yang masih memperlihatkan dominasi kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Halmahera Timur.
“Jika mayoritas warga masih tercatat sebagai peserta PBI BPJS Kesehatan, maka pertumbuhan ekonomi yang tinggi patut dipertanyakan dampak nyatanya. Artinya, peningkatan ekonomi belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat luas,” ujar Sudiono.
Ia juga mengutip kajian Bank Indonesia (BI) Perwakilan Maluku Utara yang menyoroti karakter pertumbuhan ekonomi berbasis sektor tambang yang cenderung tidak merata dan memiliki efek berganda terbatas. BI, kata dia, menekankan pentingnya diversifikasi ekonomi, penguatan UMKM, serta perlindungan sosial agar pertumbuhan tidak memicu ketimpangan.
“Pertumbuhan ekonomi seharusnya dibaca secara komprehensif. Tidak cukup hanya tinggi, tetapi harus adil, inklusif, dan berkelanjutan. Jika tidak, yang tumbuh hanya angka, bukan kualitas hidup masyarakat,” tegas Sudiono.




